Dalam nihilisme-aktif yang Nietzsche ajarkan, seseorang tidak perlu mencari pulau sebagai tempat tinggal. Tetapi nikmatilah ketakterbatasan dengan sampan untuk mengarungi samudera. Band folk Norwegia, Kings of Convenience, menyisipkan spirit mengeksplorasi hidup tanpa batas itu dalam salah satu lirik lagunya, “I travelled far and I burned all the bridges.” Semangat itu kini dipakai oleh Jamrud. Elemen-elemen metalcore (growl, scream, rif-rif berat) yang memeriahkan Bumi & Langit Menangis menyerupai api yang digunakan oleh Jamrud untuk membakar jembatan antara Jamrud era Krisyanto dengan Jamrud sekarang. Kini tak ada cara lagi bagi Jammers Kristeria (penggemar fanatik Jamrud era Krisyanto) untuk membanding-bandingkan kedua era itu. Meski Jamrud pun masih cukup toleran menulis beberapa lagu dengan irama jenaka yang mungkin diharapkan bisa menjadi catchy, seperti “Sik Sik Sibatumanikam”. Sisanya, bisa dikatakan, musik Jamrud sekarang bukan musik yang akan dengan mudah dihapal liriknya. Akhirnya, pilihan bagi para Jammers Kristeria hanya dua: Mau terus menerus hidup di masa lalu, atau mengikuti Jamrud kemanapun pergi? Karena Jamrud sudah berakit-rakit ke samudera eksplorasi skill yang membebaskannya dari masa lalu.
0 komentar:
Posting Komentar